Kuliah Umum Financial Crime Investigation dalam Penegakan Hukum Terhadap Financial Crime dan Financial Technology di Era Industri 4.0
Istilah fraud atau kecurangan akhir-akhir ini sering muncul di media massa. Fraud yang identik dengan penyelewengan dana tidak hanya terjadi pada entitas bisnis maupun publik namun saat ini juga banyak terjadi di kalangan masyarakat. Fraud tentu saja menimbulkan kerugian baik materiil maupun non-materiil kepada korbannya. Selain dapat menimbulkan kerugian, fraud juga dapat berpotensi mengguncang perekonomian suatu negara.
Fraud yang saat ini marak dialami oleh masyarakat banyak melibatkan industri keuangan digital atau Financial Technology (Fintech). Korban kerjahatan Fintech yang tidak bertanggungjawab banyak berasal dari masyarakat awam yang justu tidak melek teknologi. Untuk menanggulangi modus kejahatan yang tergolong inovatif ini, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membentuk Direktorat Tindak Pidana dalam Bidang Ekonomi dan Keuangan / Perbankan Serta Kejahatan Khusus (Tipideksus) yang menginduk pada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim)
Dalam rangka membuka mata para civitas akademika akan bahaya dan potensi fraud dalam industri keuangan digital, Program Studi Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Universitas Gadjah Mada (UGM) mengundang Dr. Sukardi, S.H., M.Hum yang saat ini menjabat sebagai Penyidik Tipideksus Bareskrim Polri untuk memberikan kuliah umum “Financial Crime Investigation Dalam Penegakan Hukum Terhadap Financial Crime dan Financial Technology di Era Industry 4.0.” pada Senin, 10 Februari 2020 bertempat di Auditorium Magister Akuntansi FEB UGM.
Dr. Sukardi yang merupakan lulusan Doktor di bidang Ilmu Hukum dari Universitas Hasanudin menyampaikan saat ini berbagai modus kejahatan terus melakukan inovasi untuk menarik korban. Salah satu modus kejahatan di bidang keuangan banyak terjadi dalam bidang Financial Technology (Fintech) Peer to Peer Lending (P2PL). Berdasarkan data tahun 2019 jumlah pengusaha Fintech P2PL adalah 1477 entitas dengan peredaran uang mencapai 74,54 trilliun rupiah, namun kurang dari 10% nya yang sudah terdaftar di OJK. Sampai dengan 31 Oktober 2019, OJK telah menerima sedikitnya 38.273 permintaan layanan baik permintaan informasi, pertanyaan, & pengaduan dari konsumen atau masyarakat berkaitan Fintech P2PL.
Maraknya kasus yang melibatkan kejahatan digital menuntut para penegak hukum untuk selalu meng-update perkembangan teknologi dan isu terkini. Metode Akuntansi Forensik & Audit Investigatif menjadi andalan para penegak hukum dalam melaksanakan Financial Criminal Investigation. Financial Criminal Investigation merupakan suatu metode investigasi/penyelidikan guna mengetahui aset-aset pelaku kejahatan (tersangka) yang didapat dari hasil kejahatan, sehingga dapat disita, untuk dikembalikan kepada negara dan atau korban.
Dalam kuliah umum yang dimoderatori oleh Gunawan Wibisono, M.Acc ini, Dr. Sukardi juga menyampaikan peluang dan potensi bidang keilmuan Akuntansi Forensik & Audit Investigatif yang akan banyak dibutuhkan dalam penegakan hukum di masa yang akan datang. Selain menjabat sebagai Penyidik pada Dittipideksus Bareskrim Polri, Dr. Sukardi yang merupakan lulusan Sekolah pimpinan dan staf pertama (Sespimma) Polri tahun 2018 juga merupakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Az Zahra dan telah banyak menulis berbagai karya ilmiah baik jurnal dan buku.