Pada Jumat, 3 Februari 2017, Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan kuliah umum dengan topik “Analisis Kesenjangan Sosial di Indonesia” yang disampaikan oleh Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A., CA Kegiatan kuliah umum tersebut dilaksanakan di Ruang Audio Visual FEB UGM dan dihadiri oleh dosen dan mahasiswa. Prof. Dr. Abdul Halim, M.B.A sebagai ketua program studi Magister Akuntansi FEB UGM turut hadir dan membuka kegiatan tersebut.
Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A, CA merupakan dosen FEB UGM yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan di era Presiden Gus Dur atau Kabinet Persatuan Nasional pada tahun 1999-2000. Beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional di era presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tahun 2004-2009. Di sela-sela kesibukannya, beliau berkenan hadir untuk memberikan kuliah umum sebagai wujud pengabdian kepada almamater.
Dalam kuliahnya, Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A, CA yang saat ini menjabat sebagai ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyampaikan bahwa kesenjangan sosial merupakan hal yang lumrah terjadi disetiap negara. Pertumbuhan ekonomi dan sosial dapat berjalan dengan baik jika terdapat kesenjangan sosial yang normal dan wajar. Tetapi kesenjangan sosial yang terlalu jauh dapat masalah yang serius baik dari segi sosial maupun politik.
Kesenjangan sosial lazim diukur dengan indeks gini. Indeks gini atau koefisien gini merupakan indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Nilai koefisien gini berkisar antara 0 hingga 1. Koefisien Gini bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama. Semakin tinggi indeks gini, maka semakin tinggi pula tingkat kesenjangan sosial yang terjadi.
Indonesia pernah mengalami keterpurukan ekonomi saat kriris moneter tahun 1998. Pertumbuhan ekonomi anjlok dari 7,8% pada tahun 1996 menjadi -13,1% pada tahun 1998. GDP per kapita anjok dari USD1.394,5 pada tahun 1996 menjadi USD572,1 saja pada tahun 1998. Tingkat kemiskinan meningkat dari 17,47% pada tahun 1996 menjadi 24,2% pada tahun 1998. Namun demikian, indeks gini justru mengalami peningkatan dari 0,3 pada tahun 1998 kemudian merangkak naik hingga 0,40 pada tahun 2016. Dengan indeks gini 0,40 berarti 1% populasi di Indonesia menguasai lebih dari 40% aset di Indonesia. Predikat provinsi dengan tingkat kesenjangan sosial tinggi disandang oleh Papua Barat dan Jawa Barat dengan indeks gini 0,43
Tingkat kesenjangan sosial yang tinggi dapat mengakibatkan kecemburuan sosial dan menimbulkan permasalahan baik sosial maupun politik. Populasi “kaya” didominasi oleh penduduk non pribumi dan beragama minoritas, sehingga kecemburuan sosial yang terjadi sering bermuatan SARA. Kecemburuan sosial yang bermuatan SARA itu seringkali dipolitisasi oleh kelompok kepentingan politik tertentu dengan mengorbankan stabilitas dan persatuan nasional.
Kesenjangan sosial terjadi sebagai akibat dari praktik korupsi yang masal dipraktekan baik di tingkat pemerintahan maupun swasta, adanya 115 undang-undang yang melanggar pasal 33 UUD 1945 mengenai pemanfaat kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat, serta kebijakan transfer kekayaan negara di masa lalu kepada kelompok tertentu.
Di akhir kuliahnya Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A., CA sebagai ketua Baznas menyampaikan bahwa zakat dapat menurunkan tingkat kemiskinan, namun zakat tidak dapat menormalkan kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial yang ekstrim dengan indeks gini ≥ 0,40 hanya dapat dinormalisasikan melaui kebijakan hukum dan ekonomi afirmatif yang besar dan kolosal.
On Friday, February 3rd 2017, Master of Accounting Program Faculty of Economics and Business Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) held a pulic lecture titled “Analysis of Social Gap in Indonesia” which was delivered by Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A., CA. The event was held in Audio Visual Room FEB UGM and attended by lecturers and students. Prof. Dr. Abdul Halim, M.B.A as the Head of Master of Accounting Program presented there and opened the event.
Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A, CA is a lecturer in FEB UGM and was Minister of Finance in Gus Dur or Persatuan Nasional cabinet on 1999-2000 period. . He was also Minister of National Education in Susilo Bambang Yudhoyono era, on 2004-2009. In between his routines, he agreed to deliver public lecture as the dedicaton to community.
In his lecture, Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A, CA who now serves as Head of Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) said that social gap is normal and happens in all countries around the world. Economic and social growth runs well if there is normal and fair social gap. However, significant social gap could trigger serious problems, both socially and politically. Social gap is measured by an index named gini. Gini index or gini coefficient indicates the comprehensive imbalance of income.The value of gini coefficient is between 0 to 1. 0 value on gini coefficient shows perfect income equalization, or each person has the same income. The higher gini index, the more significant social gap happens in society.
Kesenjangan sosial lazim diukur dengan indeks gini. Indeks gini atau koefisien gini merupakan indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Nilai koefisien gini berkisar antara 0 hingga 1. Koefisien Gini bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama. Semakin tinggi indeks gini, maka semakin tinggi pula tingkat kesenjangan sosial yang terjadi.
Indonesia experienced economic collapsed that was caused by monetary crisis on 1998. Economic growth fell from 7,8% on 1996 to -13,1% on 1998. GDP per capita plummeted from USD1.394,5 on 1996 to USD572,1 on 1998. The level of poverty rose from 17,47% on 1996 to 24,2% on 1998. Nonetheless, there was a rise in gini index fromi 0,3 on 1998 to 0,40 on 2016. The 0,40 on gini index means 1% of Indonesian population own more than 40% asset in Indonesia. West Papua and West Java have the highest social gap with gini index 0,43.
The high value of social gap causes social jealousy and problems in social and politics. “Rich” population dominated by non native people with minority in religion, so the social jealousy is common to be ignited by racial discrimination. The racial-powered social jealousy is often politized by certain group with certain political interest, sacrificing national unity and stability.
Social gap happens as the result of mass corruption practice in government and private level. There are even 115 acts which violate 33rd Article of 1945 Constitution of Republic Indonesia about utilization of national resources for people’s welfare, and also national wealth transfer policy to certain group of people in the past.
In the end of his lecture, Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A., CA as Head of BAZNAS said that zakat can reduce the level of poverty but not to normalize the social gap. The extreme social gap with gini index ≥ 0,40 only can be normalized by massive and colossal law and affirmative economy.
informasi yang sangat bagus, semoga kampus dan sekolahnya semakin maju dan bisa mencetak generasi terbaik bangsa indonesia
Konveksi Polo Shirt Jakarta